Menampilkan 18 Hasil

Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) melalui TeSA 129

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara, dalam konstitusi Indonesia anak memiliki peran strategis, hal ini secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dalam bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua. Hal-hal tersebut membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Berbagai masalah mengintai kehidupan anak seperti kehidupan keluarga yang tidak harmonis, perceraian, single mother, pergaulan  yang buruk, Pengaruh negatif dari teman sebaya, Pengaruh media dan gaya hidup. Semua anak rentan mendapatkan kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah.

12

34

Untuk itulah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meluncurkan kegiatan TESA 129 atau Telepon Sahabat Anak 129.  Program ini bertujuan untuk menjawab permasalahan dan kebutuhan anak, penekanan pada partisipasi anak, memampukan anak menemukan masalah dan solusi (konsultasi & konseling), merujuk anak yang memerlukan intervensi langsung ke lembaga yang kompeten (sistem rujukan) dan Pencegahan pelanggaran hak anak melalui pemberian informasi.

Progaram ini melibatkan lintas sektor yang dimulai dengan Perjanjian Kerjasama tentang pengembangan TeSA 129 yang ditandatangani pada tahun 2009 oleh kementeraian Sosial, PT Telkom Indonesia Tbk; dan Plan Indonesia. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2012 dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan Telepon Sahabat Anak (TeSA) 129 dengan telepon seluler oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan PT Telkom Indonesia Tbk pada tahun 2012. Pada tahun 2013, pilot project TeSA 129 melalui telepon seluler di 6 wilayah TeSA 129 (Jakarta, DIY, Jatim, Lamongan, Lampung, Banten) diimplementasikan.

Selanjutnya dikeluarkan Perpres no 72 tahun 2011 tentang Pengembangan TeSA 129 di daerah perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Untuk selanjutnya KPPPA berupaya terus melakukan pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak lain yang mungkin memiliki kapasitas dan sumberdaya yang tidak dimiliki oleh pemerintah dalam mendukung program TeSA 129. Program TeSA adalah salah upaya pemerintah dalam menempatkan anak  bukan hanya sebagai generasi penerus bangsa, namun lebih dari itu anak adalah pemilik dan pengelola masa depan.

Sumber : serempak.id

Anak Merupakan Anugerah Tuhan yang Harus Dijaga

Fajarnews.com, CIREBON– Maraknya tindak kekerasan terhadap anak, mengundang keprihatinan dari banyak orang.Untuk itu, diperlukan kesadaran dari semua komponen masyarakat untuk mencegah dan menghentikan kekerasan terhadap anak.

Para orang tua pun harus selalu diingatkan bahwa anak-anak merupakan anugerah dari Tuhan yang bukan hanya milik keluarga tetapi merupakan tunas dan generasi penerus bangsayang harus dilindungi.

Hal tersebut dikatakan Ketua Yayasan Mitra Tunas Ciremai Giri, Gusti Helena dalam acara talkshow yang digelar di aula salah satu toko buku di Jalan Ciptomangunkusumo, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Sabtu (30/7).

Helena mengatakan, yayasannya terpanggil untuk mendukung pemerintah dengan membantu mengingatkan masyarakat mengenai bahaya-bahaya dari imbas perubahan dan kemajuan teknologi pada anak. Pihaknya mengadakan dialog dengan mengambil tema “Kenali dan Cegah Kekerasan Seksual pada Anak”.

Acara tersebut diisi oleh Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementrian Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Danti Anwardan seorang psikolog, Clara Adjisuksmo.

Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan Pemerintah Kota Cirebon. Sementara pesertanya yakni para orang tua anak-anak TK Tunas Ciremai Giri dan peserta dari umum.

Helena mengatakan, melalui kegiatan itu,dia dan seluruh unsur yang terlibat memberikan edukasi kepada seluruh orang tua murid TK dan peserta umum yang hadir tentang bagaimana mendidik, menjaga dan memantau aktivitas anaknya dalam lingkungan yang sudah modern ini.

“Jangan malu dan takut untuk menceritakan permasalahan seksual. Saat ini haruslah keluar dan sampaikan apa yang terjadi. Jangan ada kata malu atau takut lagi,” ungkapnya.*

Internet, Penyebab Utama Kekerasan Seksual terhadap Anak di Kota Cirebon

RADAR CIREBON – Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Terhadap Anak dan Perempuan (P2TP2A) menyatakan kasus kekerasan terhadap anak di wilayah Cirebon dan sekitarnya masih tinggi. Sejak tahun 2002 hingga sekarang ada 400 kasus kekerasan terhadap anak.

“Data terakhir tahun 2015 saja ada 100 kasus. Sedangkan di tahun 2016, belum dapat direkap. Tapi, setiap harinya ada satu orang anak yang mendapat kekerasan,” ujar Ketua Harian P2TP2A Cirebon, drg Siska L Muliadi kepada Radar, Rabu (17/2).

Menurutnya, korban kekerasan banyak dialami anak usia 3-17 tahun. Namun, jumlah kekerasan terhadap anak tidak meningkat atau bisa disebut stabil yang pernah berhenti, karena setiap tahunnya pasti ada kekerasan. Paling banyak korban pada balita. “Tingkat kekerasan terhadap anak di Kota Cirebon masih tinggi. Ini membuat kami ingin bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Seni Budaya Korea Selatan untuk menciptakan taman bermain. Sebab, di Kota Cirebon minus taman-taman bermain,” jelasnya.

Tidak hanya itu, kekerasan anak juga diakibatkan, banyak orang tua yang menitipkan anaknya kepada tetangga yang memiliki fasilitas dan media memadai. Seperti televisi, jaringan internet melalui media gadget dan youtube. “Terbukanya akses informasi melalui media sosial dan internet menjadi penyebab paling utama. Dari jumlah kasus kekerasan terhadap anak, hampir 85 persen adalah kekerasan seksual. Kalau kekerasan fisik masih tidak terlalu banyak,” ucapnya.

Dia mengungkapkan, untuk meminimalisasi terjadinya kekerasan terhadap anak, pihaknya membuat taman cerdas yang terletak di RW 10, Kelurahan Kecapi, Kecamatan Harjamukti. Di sana ada lapangan badminton dan lapangan futsal.

“Terus terang, di daerah Kecapi itu banyak pengguna narkoba pada usia muda. Jadi, kami memproteksi dengan mengadakan taman cerdas. Itu baru satu pilot project kita. Sebetulnya kami ingin semua RW. Tapi, kami tidak bisa,” imbuhnya.

Menurutnya, kebanyakan korban dialami dari keluarga sendiri yakni sodara sepupu yang melakukan kekerasan. Selain itu, masalah kekerasan juga karena ketergantungan ekonomi, karena ekonomi keluarga korban sangat minim. “Jadi hidup korban tergantung dari para pelaku, karena ketidakberdayaan secara ekonomi,” bebernya.

Ditambahkannya, P2TP2A menampung semua korban dari Sabang sampai Merauke. “Sebetulnya hanya wilayah III Cirebon. Tapi kadang-kadang datang dari Surabaya, dari Arab Saudi ada tiga korban yang hamil. Korban minta menolak anak. Tapi, kami tidak bisa melakukan hal itu,” tuturnya. (sam)