PEMBAHASAN REKOMENDASI DISPENSASI NIKAH UNTUK CALON PENGANTIN YANG BERUSIA DIBAWAH 19 TAHUN

Hari Selasa tanggal 25 Januari 2022, P2TP2A Kota Cirebon menyelenggarakan Rapat Koordinasi Terbatas untuk membahas “Rekomendasi Perkawinan Anak” sebagai tindaklanjut terbitnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan  dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

Selain dihadiri oleh Pengurus P2TP2A, Rakortas tersebut dihadiri pula oleh perwakilan dari Bapas, Kantor Kementerian Agama, Posbakum dan  Akademisi. Turut hadir  Hj. NR. Madyawati A. Mulyadi, SH mewakili Ibu Wali Kota Cirebon dan Suwarso Budi  Winarno selaku Kepala DP3APPKB Kota Cirebon. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh dr. Hj.Junny Setyawati, MKM selaku Ketua Harian P2TP2A Kota Cirebon.

Dalam rangka mempersiapkan rekomendasi yang harus dikeluarkan oleh P2TP2A Kota Cirebon, maka disusun langkah-langkah sebagai berikut : 

  1. Masyarakat yang datang meminta rekomendasi akan dilayani;
  2. Permintaan Rekomendasi Dispensasi Nikah harus dibuat secara tertulis ;
  3. Rekomendasi akan diterbitkan setelah dilakukan assessment oleh Tim Rekomendasi Dispensasi Nikah yang  terdiri dari berbagai unsur/bidang.

DISPENSASI KAWIN MENURUT PERMA NOMOR 5 TAHUN 2019

Anak merupakan amanah dan karunia Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa. Anak memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya serta memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang.

Semua tindakan mengenai anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial, negara atau swasta, pengadilan, penguasa administratif atau badan legislatif, dilaksanakan demi kepentingan terbaik bagi anak, demikian ditegaskan dalam Konvensi tentang Hak-Hak Anak, di mana Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut melakukan adopsi konvensi tersebut.

Dalam hal perkawinan telah ditentukan bahwa perkawinan hanya diizinkan bagi mereka yang telah memenuhi persyaratan usia. Bagi mereka yang telah memenuhi syarat usia perkawinan, maka perkawinan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Namun bagi yang mereka yang belum memenuhi persyaratan usia, maka perkawinan dapat dilaksanakan apabila Pengadilan telah memberikan dispensasi kawin sesuai peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas dan juga karena proses mengadili permohonan dispensasi kawin belum diatur secara tegas dan rinci dalam peraturan perundang-undangan dan demi kelancaran penyelenggaraan peradilan, maka Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Perma ini ditetapkan pada tanggal 20 November 2019 dan diundangkan pada tanggal 21 November 2019 untuk diketahui dan diberlakukan bagi segenap lapisan masyarakat. Adapun tujuan ditetapkannya pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin adalah untuk :

  1. Menerapkan asas sebagaimana dimaksud Pasal 2,yaitu asas kepentingan terbaik bagi anak, asas hak hidup dan tumbuh kembang anak, asas penghargaan atas pendapat anak, asas penghargaan harkat dan martabat manusia, asas non diskriminasi, keseteraan gender, asas persamaan di depan hukum, asas keadilan, asas kemanfaatan dan asas kepastian hukum;
  2. Menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak;
  3. Meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam rangka pencegahan perkawinan anak;
  4. Mengidentifikasi ada atau tidaknya paksaan yang melatarbelakangi pengajuan permohonan dispensasi kawin; dan
  5. Mewujudkan standarisasi proses mengadili permohonan dispensasi kawin di pengadilan.

Makna Dispensasi Kawin adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.

Persyaratan administrasi Dispensasi Kawin adalah :

  1. Surat permohonan ;
  2. Fotokopi KTP kedua orang tua/wali ;
  3. Fotokopi Kartu Keluarga ;
  4. Fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akta kelahiran anak ;
  5. Fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akta kelahiran calon suami/isteri; dan ;
  6. Fotokopi ijazah pendidikan terakhir anak dan/atau surat keterangan masih sekolah dari sekolah anak ;

Jika persyaratan tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka dapat digunakan dokumen lainnya yang menjelaskan tentang identitas dan status pendidikan anak dan identitas orang tua/wali (Pasal 5 ayat (2) Perma No. 5 Tahun 2019);

Apabila Panitera dalam memeriksa pengajuan permohonan Dispensasi Kawin ternyata syarat administrasi tidak terpenuhi, maka Panitera mengembalikan permohonan Dispensasi Kawin kepada Pemohon untuk dilengkapi. Namun jika permohonan Dispensasi Kawin telah memenuhi syarat administrasi, maka permohonan tersebut didaftar dalam register, setelah membayar panjar biaya perkara. Dalam hal Pemohon tidak mampu dapat mengajukan permohonan dispensasi Kawin secara cuma-Cuma (prodeo);

Permohonan Dispensasi Kawin diajukan oleh :

  1. Orang tua ;
  2. Jika orang tua bercerai, tetap oleh kedua orang tua atau salah satu orang tua yang memiliki kuasa asuh terhadap anak berdasar putusan pengadilan ;
  3. Jika salah satu orang tua meninggal dunia atau tidak diketahui alamatnya, dispensasi kawin diajukan oleh salah satu orang tua ;
  4. Wali anak jika kedua orang tua meninggal dunia atau dicabut kekuasaannya atau tidak diketahui keberadaannya ;
  5. Kuasa orang tua/wali jika orang tua/wali berhalangan ;

Dispensasi kawin diajukan kepada pengadilan yang berwenang dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Pengadilan sesuai dengan agama anak apabila terdapat perbedaan agama antara anak dan orang tua ;
  2. Pengadilan yang sama sesuai domisili salah satu orang tua/wali calon suami atau isteri apabila calon suami dan isteri berusia di bawah batas usia perkawinan ;

Adapun hakim yang mengadili permohonan Dispensasi Kawin adalah :

  1. Hakim yang sudah memiliki Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung sebagai Hakim Anak, mengikuti pelatihan dan/atau bimbingan teknis tentang Perempuan Berhadapan dengan Hukum atau bersertifikat Sistem Peradilan Pidana  Anak atau berpengalaman mengadili permohonan Dispensasi Kawin.
  2. Jika tidak ada Hakim sebagaimana tersebut di atas, maka setiap Hakim dapat mengadili permohonan Dispensasi Kawin.

Pada hari sidang pertama, Pemohon wajib menghadirkan : a) Anak yang dimintakan permohonan Dispensasi Kawin ; b) Calon suami/isteri ; c) Orang tua/wali calon suami/isteri. Apabila Pemohon tidak hadir, Hakim menunda persidangan dan memanggil kembali Pemohon secara sah dan patut. Namun jika pada hari sidang kedua Pemohon tidak hadir, maka permohonan Dispensasi Kawin dinyatakan “gugur”.

Apabila pada sidang hari pertama dan hari sidang kedua, Pemohon tidak dapat menghadirkan pihak-pihak tersebut di atas, maka Hakim menunda persidangan dan memerintahkan Pemohon untuk menghadirkan pihak-pihak tersebut. Kehadiran pihak-pihak tersebut tidak harus pada hari sidang yang sama. Akan tetapi, jika dalam hari sidang ketiga, Pemohon tidak dapat menghadirkan pihak-pihak tersebut, maka permohonan Dispensasi Kawin dinyatakan “tidak dapat diterima”.

Hakim dalam menggunakan bahasa metode yang mudah dimengerti anak, juga Hakim dan Panitera Pengganti dalam memeriksa anak tidak memakai atribut persidangan (seperti baju toga Hakim dan jas Panitera Pengganti).

Dalam persidangan, Hakim harus memberikan nasihat kepada Pemohon, Anak, Calon Suami/Isteri dan Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri. Nasihat disampaikan untuk memastikan Pemohon, Anak, Calon Suami/Isteri dan Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri agar memahami risiko perkawinan, terkait dengan :

  1. Kemungkinan berhentinya pendidikan bagi anak ;
  2. Keberlanjutan anak dalam menempuh wajib belajar 12 tahun ;
  3. Belum siapnya organ reproduksi anak ;
  4. Dampak ekonomi, sosial dan psikologis bagi anak ; dan
  5. Potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Nasihat yang disampaikan oleh Hakim dipertimbangkan dalam penetapan dan apabila tidak memberikan nasihat mengakibatkan penetapan “batal demi hukum”.

Penetapan juga “batal demi hukum” apabila Hakim dalam penetapan tidak mendengar dan mempertimbangkan keterangan : a) Anak yang dimintakan Dispensasi Kawin ; b) Calon Suami/Isteri yang dimintakan Dispensasi Kawin ; c) Orang Tua/Wali Anak yang dimohonkan Dispensasi Kawin ; dan d) Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri.

Dalam pemeriksaan di persidangan, Hakim mengidentifikasi :

  1. Anak yang diajukan dalam permohonan mengetahui dan menyetujui rencana perkawinan ;
  2. Kondisi psikologis, kesehatan dan kesiapan anak untuk melangsungkan perkawinan dan membangun kehidupan rumah tangga ; dan
  3. Paksaan psikis, fisik, seksual atau ekonomi terhadap anak dan/atau keluarga untuk kawin atau mengawinkan anak.

Selain itu, dalam pemeriksaan, Hakim memperhatikan kepentingan terbaik anak dengan :

  1. Mempelajari secara teliti dan cermat permohonan Pemohon ;
  2. Memeriksa kedudukan hukum Pemohon ;
  3. Menggali latar belakang dan alasan perkawinan anak ;
  4. Menggali informasi terkait ada tidaknya halangan perkawinan ;
  5. Menggali informasi  terkait dengan pemahaman dan persetujuan anak untuk dikawinkan ;
  6. Memperhatikan perbedaan usia antara anak dan calon suami/isteri ;
  7. Mendengar keterangan pemohon, anak, calon suami/isteri dan orang tua/wali calon suami/isteri ;
  8. Memperhatikan kondisi psikologis, sosiologis, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi anak dan orang tua, berdasarkan rekomendasi dari psikolog, dokter/bidan, pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, pusat pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak (P2TP2A) atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD) ;
  9. Memperhatikan ada atau tidaknya unsur paksaan psikis, fisik, seksual dan/atau ekonomi ; dan
  10. Memastikan komitmen orang tua untuk ikut bertanggungjawab terkait masalah ekonomi, sosial, kesehatan dan pendidikan anak.

Oleh karenanya dalam memeriksa anak yang dimohonkan Dispensasi Kawin Hakim dapat :

  1. Mendengar keterangan anak tanpa kehadiran orang tua ;
  2. Mendengar keterangan anak melalui pemeriksaan komunikasi audio visual jarak jauh di pengadilan setempat atau di tempat lain ;
  3. Menyarankan agar anak didampingi Pendamping ;
  4. Meminta rekomendasi dari Psikolog atau Dokter/Bidan, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD) ; dan
  5. Menghadirkan penerjemah/orang yang biasa berkomunikasi dengan anak, dalam hal dibutuhkan.

Hakim dalam penetapan permohonan dispensasi kawin mempertimbangkan :

  1. Perlindungan dan kepentingan terbaik anak dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis dalam bentuk nilai-nilai hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ; dan
  2. Konvensi dan/atau perjanjian internasional terkait perlindungan anak.

Terhadap penetapan Dispensasi Kawin hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi. (HAS)

(Sumber : https://pa-palangkaraya.go.id/dispensasi-kawin-menurut-perma-nomor-5-tahun-2019/)

Rakor P2TP2A : “Indikator kinerja pada P2TP2A adalah kemanfaatan, bukan keterkenalan atau penghargaan”

Pada hari Rabu (19/01), bertempat di Aula DP3APPKB Kota Cirebon, Pusat Pelayanan Terpadau Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Cirebon menyelenggarakan Rapat Koordinasi bersama seluruh Pengurus P2TP2A Kota Cirebon.

Rapat Koordinasi tersebut dihadiri langsung oleh Bapak Suwarso Budi  Winarno Ap, M.Si selaku Kepala Dinas P3APPKB Kota Cirebon dihadiri oleh Ketua Harian P2TP2A Kota Cirebon dr. Hj.Junny Setyawati, MKM dan anggota pengurus P2TP2A Kota Cirbeon.

Beberapa materi pembahasan dalam rapat tersebut diantaranya :

  1. Kinerja P2TP2A pada masa pandemi ini,  berfokus pada penyelamatan diri, keluarga, rekan kerja dan masyarakat pada umumnya dari Covid-19;
  2. P2TP2A adalah organisasi sosial yang  lebih mengedepankan kerelaan melakukan sesuatu. Sementara Pengurus P2TP2A juga memiiki tugas pokok pada instansinya masing-masing, sehingga dalam melaksanakan tugasnya di P2TP2A perlu menyusun skala prioritas.
  3. Indikator kinerja pada  P2TP2A adalah kemanfaatan, bukan keterkenalan atau penghargaan. Walau sedikit tapi jika dilakukan terus menerus dan berulang maka kemanfaatan akan menjadi besar bagi masyarakat. Adapun penghargaan yang telah diraih baik di tingkat Provinsi Jabar dan Nasional dijadikan pengingat bahwa masih ada yang obyektif memberikan apresiasi dan ada bahan untuk menginspirasi yang lain, sementara masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan.
  4. Sejak tahun 2009, penanganan kasus di Kota Cirebon sudah sangat baik. Tahun 2014 penanganan sudah dilakukan satu atap di PPT RS Gunung Jati. Penghargaan untuk penanganan oleh P2TP2A dan PPT Tingkat Provinsi Jawa Barat sudah pernah diraih. PPT menjadi percontohan nasional dan dikunjungi oleh Menteri Kesehatan pada Tahun 2017.
  5. Prinsip penanganan kasus kekerasan : memperhatikan kegawatdaruratan. Jika ada maka langsung dirujuk ke PPT RSGJ, masuk melalui IGD dan katakan korban kekerasan maka biaya semua gratis. P2TP2A akan berperan untuk kasus konseling lanjutan paska penanganan di RS, pemulihan psikososial di masyarakat, akses pemberdayaan ekonomi, dan pendampingan lanjutan.
  6. Dalam merespon permintaan masyarakat tentang rekomendasi dispensasi nikah bagi calon pengantin berusia dibawah 19 tahun,  yang akan dilakukan oleh P2TP2A yaitu setelah menerima permintaan tertulis dari ornag tua/wali calonpengantin, P2TP2A akan memberikan pengantar untuk mendapatkan assessment dari psikolog dan dokter (sebaiknya yang ditunjuk P2TP2A), kemudian hasilnya akan dijadikan lampiran surat pengantar bagi calonpengantin untuk bersidang di PA atau PN. Kedepan akan dibentuk tim kecil untuk meng-asessment  catin berikut indicator-indikator penilaiannya. Tim tersebut terdiri dari psikolog, dokter, hukum, agamawan, pekerja sosial. Tim ini yang akan melakukan penilaian terhadap permintaan rekomendasi dispensasi nikah. Format permintaan rekomendasi dan pengantar agar disiapkan untuk mempermudah pemohon.
  7. Akan diselenggarakan zoom meeting penanganan kasus kekerasan dengan seluruh kepala puskesmas dan petugas kesehatan anak untuk menyamakan persepsi penanganan dan penguatan aspek pencegahan berdasar UU Perlindungan anak. Sebagai Penanggung jawab adalah dr. Wasilah Diniyati.
  8. Akan diselenggarakan penyamaan dan penguatan teknik konseling untuk pengurus dan kader yang berkeinginan kuat untuk membantu sesama. Sebagain Penanggung Jawab dr. Dian Novitasari.
  9. Kerjasama dengan Korea saat ini masih negosiasi dengan Disdik perihal pengelola pembiayaan. P2TP2A tidak berperan dalam hal ini karena fungsinya hanya monitoring dan evaluasi setelah terjadi kerjasama lanjutan tersebut. Sikap P2TP2A jika tidak terjadi kesepahaman maka dibatalkan saja kerjasama tersebut, mengingat P2TP2A tidak ada kepentingan apapun.
  10. Kader pemberi pelayanan di Rumah Aman atas nama P2TP2A beralih ke Bu Hestin dan Bu Tuti dari Bu Dewi dan Bu Maman.

Semoga P2TP2A  Kota Cirebon menjadi lahan kebaikan dan saluran berkah untuk semua pihak yang terlibat.

Usia Minimal Perkawinan Bagi Wanita

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tercantum perubahan usia minimal perkawinan bagi wanita apabila sudah mencapai umur 19 tahun.

Apabila terjadi penyimpangan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tersebut, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan Agama (bagi mereka yang beragama Islam) dan Pengadilan Negeri (bagi yang beragama lainnya) dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup, atas rekomendasi dari pihak-pihak tertentu termasuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Untuk kepentingan terbaik bagi anak, P2TP2A Kota Cirebon akan menjalankan prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan pedoman dispensasi nikah paska disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, memperhatikan pelaksanaan di kabupaten/kota lain dan diskusi tim profesional (psikolog dan hukum) serta KUA.

Dalam hal ini, dibutuhkan persyaratan sebagai berikut:

  • Permohonan rekomendasi dispensasi nikah agar dibuat tertulis, lebih baik dari pengadilan sebagai pihak yang memerlukan masukan dalam putusannya dari tim ahli atau setidaknya dari orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita.
  • Dalam permohonan tersebut dicantumkan siapa yang meminta, untuk siapa, lembaga mana yang meminta, mengapa harus menikah segera, ditandatangani dan ditujukan kepada P2TP2A Kota Cirebon.
  • Sekretariat P2TP2A Kota Cirebon akan memberikan pengantar pemeriksaan psikologi dan kesehatan fisik untuk calon pengantin.
  • Calon pengantin boleh mengakses layanan manapun yang memahami prosedur ini, khusus Kota Cirebon di Rumah Sakit Daerah Gunung Jati.
  • Pasien dapat memilih untuk mengakses rumah sakit atau layanan praktik swasta.
  • Hasilnya akan menjadi dasar bagi P2TP2A Kota Cirebon untuk memberikan atau tidak memberikan rekomendasi.
  • Format tes psikologi sudah tersedia di RSD Gunung Jati.

Yang perlu disiapkan oleh P2TP2A Kota Cirebon saat ini adalah format baku Surat Rekomendasi.

Bagi warga Kota Cirebon yang memerlukan pelayanan tersebut dapat melihat persyaratan di atas dan mengunjungi P2TP2A Kota Cirebon yang beralamat di Jl. Gunung Merbabu No. 170 Perumnas Kota Cirebon, atau Ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Cirebon B Jl. Dr Sudarsono No 10 Kesambi Kota Cirebon.

Narasumber : dr. Junny Setyawati,M.K.M (Ketua P2TP2A Kota Cirebon

Penulis : Dodi, Fanny

RAPAT PEMBAHASAN PROGRAM KEGIATAN P2TP2A KOTA CIREBON DENGAN KACES

Dalam rangka keberlanjutan kerjasama Pemerintah Daerah Kota Cirebon melalui P2TP2A Kota Cirebon dengan Korea Art and Culture Education Services (KACES), Ketua P2TP2A Kota Cirebon dr Hj Junny Setyawati MKM mengadakan rapat terbatas bersama pengurus P2TP2A pada hari Rabu tanggal 17 November 2021 bertempat di Ruang Rapat DDP3APPKB Kota Cirebon.

Program kerjasama dengan KACES telah berlangsung sejak tahun 2018 dan akan berakhir pada tahun 2023. Diawali dengan kegiatan pengembangan masyarakat di RW 17 Kelurahan Pengambiran melalui pelatihan dan pendampingan, memproduksi batik, hingga menjual batik, hingga akhirnya terkenalah Batik Story Kriyan.

Pada tahun 2021 ini, P2TP2A Kota Cirebon menyusun kembali rencana kegiatan yang akan dilakukan sampai dengan tahun 2023. Program yang akan dikakukan berikutnya bertemakan Pendidikan Seni dan Budaya bagi Siswa dan Guru (SMP dan SMA). Berdasarkan hasil diskusi telah ditentukan beberapa pilihan Sekolah SMP dan SMA yang akan menjadi lokasi berjalannya program, namun hal tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Jawa Barat serta masing-masing sekolah.

Rapat tersebut dihadiri oleh Kepala DP3APPKB Kota Cirebon, perwakilan Dinas Pendidikan serta Koordinator Bidang Pengurus P2TP2A Kota Cirebon.